SESUAIKAN DIRI ANDA DENGAN KADAR SESUATU YANG TERSIMPAN DALAM JATIDIRI ANDA Home
TI Punya
Lain-lain

Selasa, 28 September 2010

DILEMA PESANTREN (MEMEPERTAHANKAN TRADISI VS MENGHADAPI MODERNITAS)

Oleh: Muh. Qari’ Ayatullah.
Santri PP. Miftahul Ulum Bettet Pamekasan dan Mahasiswa TI UIM Pamekasan

Kebisaan yang turun temurun bisa kita artikan sebagai tradisi. Pesantren yang merupakan salah satu lembaga tertua di negeri ini syarat akan terjadinya. Tradisi yang dinilai baik menjadi sebuah komitmen bersama bagi seluruh pemegang estafet pesantren untuk terus di jaga. Keinginan luhur pesantren saat sekarang untuk mempertahankan nilai-nilai kepesantrenannya begitu tertantang dengan keberadaan masyarakat yang sangat kompleks dan modernitas yang terus memetamorfosis. Pesantren mempunyai tugas penting dalam mengawal serta menfilter keberadaan modernisasi. Modern, secara sepintas sering kita artikan sebagai sesuatu yang datangnya dari barat.... Sesuatu yang selalu menakutkan untuk kita tiru. Hal yang kurang baik di mata tradisi pesantren. Perilaku yang bertolak belakang dengan baground aswaja.

Memang, tradisi pesantren dan modernitas adalah dua hal yang bertolak belakang secara kasat mata kita. Pesantren yang merupakan representasi dari Civil Society sangatlah berbeda jikalau dibandingkan dengan kehidupan mewah serba elit kaum borjuis. Namun, dengan berlandaskan motto pesantren yang berupa ”mempertahankan tradisi salaf yang dinilai baik dan responsif terhadap modernitas”, pesantren tidak menutup pintu terhadap masuknya perkembangan informasi dan teknologi selama sesuai dengan Al-Qur’an dan Hadist. Pesantren membutuhkan managemen serta sistem yang baik agar mendukung terhadap proses transformasi keilmuan yang selama ini dicapai melalui kitab-kitab klasik dan ulama salaf. Inilah yang diharapkan nantinya –perpaduan antara tradisi pesantren dan modernisasi– dapat menciptakan insan paripurna yang betul-betul mengikuti perjalanan peradaban. Yang pada akhirnya semakin mendekatkan kita kepada sang Kholiq.

Ciri Khas Pesantren
Ada beberapa tradisi yang menjadi khas keberadaan pesantren dimanapun. Pertama, santri dan pesantren identik dengan kesederhanaan. Ini bisa dilihat dari bagaimana cara pesantren mendidik santrinya dengan sederhana, mulai dari berpakaian yang se ‘biasa’ mungkin hingga menggunakan uang se ‘minim’ mungkin. Inilah suatu pembelajaran yang sudah sepantasnya dipertahankan oleh pesantren dan santrinya agar betul-betul di implementasikan nantinya di kancah kehidupan nyata.

Kedua, kepatuhan santri terhadap Guru dan Kiai. Kiai dan guru merupakan sumber pengetahuan bagi santri-santrinya. Ilmu dan barokah adalah hal yang sangat di inginkan oleh para santri. Kiai adalah segala-galanya bagi santri dan pesantren. Kiai tak ubahnya cahaya yang memberi keindahan dan penerangan terhadap santri. Kiai adalah wadah air yang di alirkan oleh pancuran-pancuran air –dalam hal ini guru- yang di terima oleh santri-santrinya. Sangatlah beralasan mengapa kepatuhan santri terhadap guru dan kiai begitu erat. Ilmu-ilmu yang diterima oleh kiai dan guru dengan ikhlas di sertai barokah adalah menjadi sebagian penyebab mengapa mereka para santri begitu ta’dhim.

Ketiga, santri identik dengan taat dalam beribadah. Anggapan mayoritas masyarakat terhadap pesantren dan santri adalah bahwa mereka insan yang sangat taat beribadah, sering salat malam dan selalu melakukan hal-hal yang sifatnya mendekatkan diri kepada Allah (padahal pada kenyataannya tidak semua seperti itu). Pesantren gudangnya pahala bagi santri yang mau mendapatkannya. Pesantren menjadikan tolak ukur kesuksesan yang sifatnya ukhrawi/ akhirat-lah yang di cita-citakan.

Godaan Pesantren
Keberadaan pesantren di Indonesia sangatlah merata. Pesantren hampir menyeluruh di setiap daerah di Indonesia. Inilah yang harus di perhatikan oleh orang-orang didalamnya. Kekuasaan adalah hal penting bagi mereka yang mempunyai kepentingan lain. Dengan massa yang begitu banyak dan legitimasi pesantren oleh mayoritas penduduk indonesia, mereka akan sangat antusias untuk menggiring pesantren melalui kepemimpinan menuju hal-hal yang syarat akan kepentingan sesaat. Tidak sedikit sekarang kita lihat ikut andilnya pesantren dalam percaturan politik. Pesantren hanya di ambil manfaatnya untuk kepentingan politis.

Godaan bagi pesantren yang lain adalah budaya. Pesantren di tantang dengan pergeseran budaya yang terus mengikis budaya lokal. Banyak elemen di pesantren yang sudah membaur dengan kebudayaan asing. Santri sering ikut-ikutan budaya yang tidak jelas muaranya. Santri akan senang jika ada sesuatu baru yang di nilai ‘ngetrend’ di zaman sekarang tanpa mempertimbangkan apakah itu budaya kita atau bukan.

Inilah pesantren, di satu sisi kita harus mempertahankan nilai-nilai tradisi yang selama ini berharga nilainya, disisi lain pesantren di tuntut menghadapi modernitas yang mau tidak mau kita harus melaluinya. Tradisi pesantren harus tetap di jaga dan dilestarikan dengan tetap responsif terhadap tradisi non pesantren selama tidak bertentangan dengan agama. Intinya pemahaman terhadap agama secara utuh adalah solusi menghadapi modernitas. Semoga !! (Disarikan dari Dialog Kepesantrenan Oleh OMIS MAD PP. Miftahul Ulum Bettet Pamekasan dengan narasumber: Ust. Abusiri dan Ust. Fudhali Syahri)

Tidak ada komentar: